Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai perlu aturan setingkat undang-undang untuk mewujudkan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga sebagai bagian dari upaya menegakkan prinsip hak asasi manusia.

Karena itu dia menilai upaya percepatan penetapan penetapan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi undang-undang harus didukung semua pihak.

"Konstitusi kita menggarisbawahi poin penting tentang kerja manusia, yang dalam Pasal 27 ayat (2) dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," kata Lestari dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Hal itu dikatakannya saat membuka acara Temu Pakar bertajuk "Aspirasi Masyarakat Terhadap Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT)" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 secara hibrid, di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Lestari menilai UUD 1945 mengamanahkan dasar pemikiran bahwa pekerjaan dan penghidupan layak adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain.

Baca juga: Wamenkumham: RUU PPRT dibahas setelah sah sebagai inisiatif DPR

Baca juga: Kemnaker: UU PPRT jadi landasan lindungi pekerja rumah tangga

Menurut dia, kehadiran UU PPRT yang merupakan bagian instrumen perlindungan bagi pekerja rumah tangga, membutuhkan dukungan semua pihak.

"Namun, faktanya RUU PPRT harus melalui jalan panjang dan berliku untuk menjadi undang-undang," ujarnya.

Dia menjelaskan sejak tahun 2004 RUU PPRT sudah diajukan, lalu pada 2009 sudah didorong untuk disahkan menjadi undang-undang.

Menurut dia, pada 2019, RUU PPRT masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), namun belum berujung pada proses persetujuan DPR untuk disahkan menjadi undang-undang.

"Pada 2020, Badan Legislasi DPR menyepakati RUU PPRT menjadi inisiatif DPR, tetapi hingga saat ini regulasi itu belum juga dibawa ke Rapat Paripurna," katanya.

Lestari mengungkapkan bahwa sepanjang 2020-2021, Forum Diskusi Denpasar 12 sudah tiga kali mengangkat tema terkait pentingnya RUU PPRT bagi pekerja rumah tangga.

Namun, dia menilai para pemangku kebijakan belum tergerak untuk mengesahkan RUU tersebut menjadi undang-undang, sehingga mengakibatkan para pekerja rumah tangga di Indonesia belum mendapatkan perhatian dan perlindungan secara menyeluruh.

"Tanpa kepastian perlindungan, semakin banyak pekerja rumah tangga yang hak-hak dasarnya terabaikan," ucapnya.

Baca juga: Moeldoko: Pemerintah akan kawal pengesahan RUU PPRT

Menurut dia, hadirnya instrumen hukum untuk melindungi para pekerja rumah tangga merupakan bagian dari upaya negara dalam menjalankan amanat konstitusi yang merupakan warisan para pendiri bangsa.

Karena itu dia menilai perlu pemahaman semua pihak terkait substansi dan urgensi kehadiran UU PPRT agar akselerasi proses pembahasan RUU PPRT untuk menjadi Undang-Undang bisa direalisasikan.

Dalam diskusi tersebut, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PPRT Baleg DPR RI Willy Aditya mengungkapkan bahwa sebenarnya RUU tersebut sudah selesai dibahas di Baleg pada 1 Juni 2020.

Menurut dia, RUU PPRT hanya menunggu dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan sebagai usulan DPR dan dibahas bersama pemerintah.

Dia menjelaskan berdasarkan tata tertib DPR, pimpinan DPR tidak boleh menahan proses perundangan-undangan yang sedang berlangsung. Menurut dia, sebanyak tujuh fraksi sepakat RUU PPRT menjadi inisiatif DPR dan dua fraksi yang menolak.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022